› Utama›Festival Film Dokumenter,... OlehNINO CITRA ANUGRAHANTO 2 menit baca KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO Sejumlah pengunjung sedang bercakap-cakap seusai menonton film pertama yang diputar dalam pembukaan Festival Film Dokumenter, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.YOGYAKARTA, KOMPAS—Film dokumenter dapat menjadi media untuk mengedukasi masyarakat. Hal itu dilakukan dengan cara merefleksikan kisah dan nilai yang termuat dalam film. Sebab, banyak film dokumenter itu bertema sosial yang sebenarnya refleksi dari kehidupan itu disampaikan oleh Direktur Forum Film Dokumenter Henricus Pria Setiawan, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018 malam. “Secara umum, kami ingin mengembangkan film dokumenter sebagai salahs atu media pembelajaran di Indonesia. Selama 17 tahun ini, memang diawali dengan sebuah festival yang disertai program-program yang dikerjakan secara berkelanjutan,” kata Direktur Forum Film Dokumenter Henricus Pria Setiawan, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Pria menjelaskan, film-film yang diputarkan dalam festival tersebut diharapkan bisa menjadi referensi tontonan bagi masyarakat. Isu-isu sosial yang kerap diusung oleh pembuat film dokumenter diyakini memicu penontonnya untuk mau berpikir kritis mengenai berbagai hal di sekitar mereka.“Itu juga edukasi menurut kami dengan cara literasi media kepada masyarakat. Bagaimana film dokumenter merespon isu sekitar kita untuk dikembalikan kepada kita agar dikritisi bersama,” kata festival itu, terdapat 94 film yang akan diputarkan selama berlangsungnya ajang ini, mulai 5-12 Desember. Film-film itu berasal dari 27 CITRA ANUGRAHANTO Umar Haen, musisi asal Yogyakarta, sedang tampil dalam pembukaan Festival Film Dokumenter 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Film berjudul “Beautiful Things” karya Giorgio Ferrero dan Federico Bausin menjadi tontonan yang diputar dalam acara pembukaan festival itu. Secara garis besar, film itu mengajak penontonnya untuk memikirkan ulang tentang kerakusan manusia dalam mengonsumsi berbagai barang. Sering kali, mereka tak memikirkan bagaimana barang itu diproduksi hingga terdistribusi ke tangan mereka. Ada campur tangan para pekerja dalam rantai produksi barang-barang tersebut yang kerap tak kita sadari sejumlah program yang disajikan oleh penyelenggara dalam festival itu. Program itu berupa eksebisi, kompetisi, hingga diskusi. Hal-hal itu diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat melalui cara menonton, mengupas, hingga memproduksi suatu film Direktur Festival Film Dokumenter 2018 Uki Satya, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Direktur FFD 2018 Uki Satya menyampaikan, tahun ini, festival itu hadir tanpa tema. Hal itu sengaja dilakukan agar tidak membatasi karya-karya dokumenter yang akan saling bertemu dalam berbagai program di festival itu.“Setiap program berdiri sendiri sebagai respons atas dinamika sosial tanpa adanya batasan dalam tema festival. Kata kunci yang menggaris bawahi program kami adalah edukasi dengan semangat menciptakan ruang publik untuk saling belajar,” kata menilai, film dokumenter menjadi media yang tepat untuk menyampaikan berbagai hal. Terdapat tafsir yang memberi ruang bagi berbagai pemikiran bagi publik untuk saling mempertemukan gagasannya melalui proses kreatif.“Dokumenter merupakan kombinasi unik antar-disiplin ilmu dalam mengungkap fakta dan seni melalui penceritaan sinematik,” kata Uki.TRIBUNSTYLECOM - Beberapa festival musik, baik lokal maupun luar negeri, akhir-akhir ini tengah mendapat sorotan karena berakhir buruk dan nggak sesuai ekspektasi para pengunjungnya.. Lihat aja Lalala Fest di Cikole, Jawa Barat baru-baru ini yang mendapat banyak keluhan dari para pengunjung, serta Fyre Festival yang gagal terlaksana di tahun 2018 lalu, sampai-sampai dibuatkan film dokumenter.
Call for Entry The Festival Film Dokumenter Indonesia is accepting documentaries until August 25th, 2019. Here you can find more information about their Call for Entry. About the festival Festival Film Dokumenter FFD is an annual event held by Forum Film Dokumenter, a non-profit organization based in Yogyakarta, focusing on documentary film research and archiving, as well as film appreciation for educational purposes. General Rules – The festival accepts feature-length over 40 minutes documentaries from Indonesian and foreign filmmakers; and Short Documentaries under 40 minutes from Indonesia High Schoolers are also able to submit. – Feature-length documentaries should have been produced between 2017 – 2019 for International filmmakers, and between 2018-2019 for Indonesian filmmakers. – Short Indonesian documentaries should have been produced between 2018-2019. – Students are welcome to submit as long as the director/s and the film crew are students, from junior to high school or equal during the production year of the film. The submitting person should send the student card or any copy of official document legalized by school that proven their status as an active student. – Film of any language including English must include English subtitle. – Important Film submitted to the festival will be archived by Forum Film Dokumenter for non-profit activities and educational purposes. Filmmaker will be informed for any activities involving the film outside this year’s festival timeline. Any screenings will be done with prior permission from the filmmaker. – Submission Fee FREE – Deadline August 25th, 2019 To submit to the festival and read the Rules & Regulations please follow the next link We remind readers that the 2019 Festival Film Dokumenter will take place from December 1st – 7th, 2019 in Yogyakarta, Indonesia. To see other Call for Entries please go to our section “Call for Entries”
PanitiaFestival Film Dokumenter 2019 ketika memberikan keterangan pers. (FOTO: Desty Luthfiani/TIMES Indonesia) Pewarta: Desty Luthfiani (MG-215) | Editor: Faizal R Arief TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA - Yogyakarta akan menjadi tuan rumah Festival Film Dokumenter 2019 . Civic and Social Organizations Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 57 followers About us Founded in 2002, Yogyakarta, Festival Film Dokumenter FFD is the first documentary film festival in Indonesia and Southeast Asia, focusing on the development of documentary film as a medium of expression and ecosystem of knowledge, through exhibition, education, and archiving. Setting forth the notion born in a light conversation between a group of youngsters, it sought to explore the raw potential in Indonesia’s cinema the documentary medium. Certain traits differentiate documentary films from other audiovisual products, a significant place as a media that educates, reflective, transcends time and space. Amidst the strong current of the mass media, documentary films hold its own role as independent, aspirational media. In its annual celebration every December, Festival Film Dokumenter always try to observe certain social issues as its focus, as well as creating a bridge between documentary filmmakers, professional filmmakers, and the general audiences, on the purpose of improving the quality and quantity of Indonesia documentary films. Industries Civic and Social Organizations Company size 11-50 employees Headquarters Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Type Nonprofit Founded 2002 Specialties film, documentary, cinema, visual, film studies, film archive, and archive Locations Employees at Festival Film Dokumenter Similar pages Browse jobs User Experience Designer jobs 23,764 open jobs Developer jobs 344,797 open jobs Engineer jobs 608,159 open jobs Software Intern jobs 1,932 open jobs Curator jobs 2,551 open jobs Operational Specialist jobs 79,719 open jobs Supervisor jobs 1,307,149 open jobs Asset Manager jobs 31,954 open jobs Writer jobs 32,916 open jobs Assistant jobs 728,748 open jobs Android Developer jobs 41,511 open jobs T3NWhuy.